“Rezeki secupak takkan jadi segantang”Ini pepatah Melayu lama. Dalam pepatah ini ada yang benar, ada yang salah.
Yang benarnya ialah, rezeki setiap manusia itu sudah ditentukan sejak mula-mula manusia itu diciptakan. Dan setiap butir nasi (baca rezeki) yang ditakdirkan kepada kita akan melalui kerongkongan kita sebelum kita mati. Ini jaminan dari Allah Azza Wa Jalla. Ini bermaksud manusia akan mati apabila semua rezeki yang dituliskan untuknya selesai sampai kepadanya.
“Janganlah kamu merasa, bahwa rezekimu terlambat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, serta dishahihkan oleh al-Albani)“Kalau sudah ditakdirkan secupak, maka apa perlu kita ikhtiar lagi.”
Ini yang salah, pada pemahamannya. Siapakah yang tahu tentang secupak atau segantangnya rezeki seseorang. Tidak ada sesiapa yang tahu, melainkan Allah Yang Memberi Rezeki. Seperti kata nabi,
“Sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, maka akan diberikan rezeki kepada kamu, sebagaimana burung diberikan rezeki, yang mana ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang pada waktu petang dalam keadaan kenyang, penuh perutnya” (Hadith riwayat Tirmidzi, Hadith Hasan Sohih)Pola tawakkal sang burung ini perlu difahami dengan benar. Ia sendiri tidak mengetahui di pohon manakah rezekinya akan ditermui atau ulat manakah yang akan menjadi santapan keluarganya pada hari itu. Yang penting, setiap pagi ia keluar mengepakkan sayapnya hinggap dari satu pohon ke satu pohon yang lain.